Setelah Durian Sultan (D24) lantas apa lagi?


Ingat ini bulan Juli, hujan sudah mulai jarang datang di kawasan Malaysia tempat tanah tumpah darah durian. Di Indonesia, para petani padi sudah mulai menjerit lantaran air mulai menyurut. Namun di negara tetangga macam Malaysia petani durian bertepuk tangan.  Akibat sepi hujan bunga-bunga durian yang mengembang tidak perlu kuatir gugur disapu angin dan hujan. Tak heran panen durian menghujani negeri ini dan merembet ke Singapura.

Tabik alias angkat topi setinggi-tinginya kepada Departemen Pertanian Malaysia yang tak jemu-jemunya menyilangkan durian bagi dunia.

Paling tidak sejak tahun 1934 sudah lebih dari 190 varitas duren dilemparkan ke pasaran. Varitas yang didaftarkan ini biasanya diberi nama imbuhan “D” – durian. Tetapi para penjual durian di Singapura lebih lihay dengan memberi nama durian mereka nama lokal agar lebih membuat “ngeces“.

Setelah kehebatan durian Sultan varitas D(durian) D24, menyusul varitas D197 alias durian Cat Mountain King alias “Durian Butter“, maka pedagang durian di Singapur me-launching jenis yang pernah dibudidayakan pada tahun 1970 yaitu D100. Padahal dulu jenis D100 jarang dilirik.

Tahun 2005, penggemar durian keedanan dengan D24. Hanya sedikit yang mengenal duren Mao Shan Wang. Akibatnya saya hanya menjual Mao Shan Wang cuma delapan dollar per kilogramnya. Tahun 2006, durian Mao Shan Wang mendesak posisi D24, mangkanya sekarang harga di Rajah Kunyit alias Mao Shan Wang menjadi  naik daun,” kata Goh penjual durian dari kedai 717 Singapura.

Dari Negeri Johor – petani durian tidak kalah gencar menawarkan durian SEGAMAT, ini nama sebuah kampung penghasil durian organik. Durian disini dipupuk dan dibesarkan tanpa pestisida. Strukturnya lembek sehingga untuk memakannya ada yang menggunakan sendok. Keistimewaannya, bijinya keriput kecil sehingga dagingnya tebal.

Lantas bagaimana memilih durian yang baik.  Pertanyaan yang membuat saya tersipu sebab 1001 teknik dalam satu malam sudah saya terapkan kalau membeli durian di Jakarta dan sekitarnya, tetap saja saya kedodoran. Padahal baru sekedar mengejar “durian yang tidak masam, tidak hambar” – sulitnya setara dengan mencari KTP tanpa bayaran extra.

Padahal kita belum bicara durian yang manis tetapi berserat, manis sedikit pahit beralkohol, atau durian dengan tekstur selembut alpukat.

Semua ilmu sudah dikeluarkan dari mengendus-endus tubuhnya dari bawah sampai ke atas, memutar spiral, melihat bentuk yang sedikit lonjong, ujung duri yang besar, menengok batas kamar pada pantat durian yang harus nyata, mengocok durian semua terpaksa tekuk lutut dihadapan pedagang mirip pemain bulu tangkis kita berhadapan dengan pemain China.

Akibatnya jujur saja saya “hampir-hampir” hanya makan durian selama di Singapura, itupun perburuan dipersempit dengan mengunjungi Fair Price di kawasan Ang Mokio Hub. Disana cukup lengkap koleksi duriannya disertai harganya. Dijamin tidak bakalan diakali pedagang, apalagi dengan cara lunak memaksa nada membeli lebih dari yang dibutuhkan.

Saya menunggu kapan menikmati dan terutama memiliki foto durian D100.

One thought on “Setelah Durian Sultan (D24) lantas apa lagi?

Leave a comment