Pengabdi saSETAN


Sambil menunggu panggilan boarding putra bungsu di bandara “The Legend Airport” – Halim, kami memasuki sebuah kedai kopi.

“Ada Es Jeruk” tanya kami kepada mbak petugas pemesan order dengan papan nama “Trainee”

“Tidak ada pak, kami disini minuman panas semua..” – tentu yang menjawab si Mbak Trainee.

Lalu kami buka menunya dan tertera “Es Kedondong” – tanpa banyak cincong, es dipesan dan tak lama keluar satu gelas minuman dengan irisan kedondong yang kotak-kotak, dan kedalam gelas ditambahkan es batu bulat-bulat.

“Lho apa ini kok ada es batunya dan dingin?” 

“Oh kalau es kedondong sudah disiapkan dalam gelas dan disimpan di freezer” itu penjelasannya. Kami harus menerima mentah-mentah bahwa es batu kecil-kecil itu sudah disiapkan dalam gelas dan dimasukkan lemari pendingin.

Anak saya bercerita menonton filem yang lagi ngeHit yaitu “PENGABDI SETAN”. Tidak lama Trainee datang membawakan segelas kopi hitam. Begitu dipegang langsung kita bisa menebak suhunya dibawah 90derajat C.

Satu dua tiga tegukan, rasa asam sangat kentara, aroma gosong karamel yang sangat khas dari bubuk kopi instan tidak bisa dicuri. Mau tak mau saya harus berkomentar dalam hati. Memasuki kedai dengan plesetan nama ala Kopitiam, dengan harga sekelas Starbuck – mustinya saya tidak harus menyumpah “Saya bukan pengabdi saSetan-yang istiqomah”.

KOP SASETAN
KOPI TUBRUK saSETAN

 

Daun Singkong Naik ke Steak


Masih sekedar “wacana”

Mau merasakan masakan ala orang Kalang? dengan gaya kerajaan Mataram tetapi menunya Blasteran, disarankan datang ke RM Omah Dhuwur di jalan Mandarakan di Kota Gede, Yogyakarta. Usia bangunannya saja 150 tahun, perabotannya, kusen,lincak apa saja dari kayu jati (bukan super, atau emas). Ukuran meja dan kursi nggak lumrah manusia, guede-guede.

Kalau George Lucas atawa Erich von Daniken melihatnya pasti dia bilang bahwa manusia angkasa luar yang besar-besar pernah mampir ke Kota Gede yang terbukti kursinya gede-gede. Kapasitas resto, 1000 orang. Pokoknya khas Mataraman abis deh…

Tapi begitu disodori menunya, lho kok blasteran…

Chicken Ungkep Hainnaneese, termasuk perpaduan antara selera Jawa dengan Cina. Ayam di rebus lalu di ungkep sehingga dagingnya bisa “mrotoli” alias terurai sendiri. Kata “ungkep” sendiri menyiratkan hal yang tidak bisa diungkepkan disini

Pasar Telo Chicken Steak ala Omah Dhuwur Kotagede.
Steak Ayam yang disajikan bersama singkong dan sayur daun singkong. Untuk dicatat kadar protein nabati daun singkong ini memang paling-paling yaitu diatas 30%, maksudnya orang makan protein nabati dari daun singkong tidak akan mati kelaparan. Cuma ya itu, ada racun Sianidanya sehingga harus dilayukan terlebih dahulu atau kasarnya harus dimasak sebelum di lahap.

Wonosari Tenderloin Steak ala Omah Dhuwur Kotagede.
Katanya, sekali lagi katanya, Steak daging plus singkong plus daun singkong.

Brongkos Steak ala Omah Dhuwur, Kota Gede

Daftar tamu yang datang: White Lion (2x), Jamrud, Oppie, Katon, Slamet Rahardjo, Ria Irawan. Shanti VJ MTV sampai jam 4 pagi tapi nggak ketemu setannya wong bukan Kismis

Budget

Buah 4,5 ribu
Sega Pethak 6,5 ribu
WTS sekali lahap Rp. 70.000, maksudnya Wonosari Tenderloin Steak,
jangan ngeres walaupun taripnya rada mirip.
Air Mineral 7,0 ribu
Teh Poci 20,5 ribu
Atau kalau borongan menu ala carte untuk pasangan 80-100 ribu per
pasang.

Diresmikan April 2002.

Siapa orang Kalang itu?

Orang Kalang adalah pande emas dan perak yang sangat ahli di kalangan pande. Salah satunya adalah pak Tembong yang karena keahliannya mampu membangun rumah semewah itu.

Mimbar Seputro
Aus 2003

RM SEDERHANA ternyata tidak sesederhana namanya


Date: Tue Feb 11, 2003 3:30 pm

Di Grogol kami memiliki Tabloid namanya Warta Grogol dan sumprit tidak ada iklan RSJ yang menerima pendaftaran pasien baru. Koran ini terbit dengan 16 halaman berwarna. Koran gratis bagi warga Grogol. Agak gila-gilaan jaman sekarang masih ada koran gratis.

Isinya memang seperti etalase sentra bisnis Grogol yang dipindahkan ke media cetak. Jadi kalau mau cari Lou Han dan asesorinya, Cetak Undangan, Potong Kertas, Memindahkan Peta berwarna A1 ke Disket (kalau cukup), semua ada informasinya. Salah satu informasi yang terbaca disana adalah diresmikannya Rumah Makan Padang, “Sederhana“.

Dan mulailah muncul rasa penasaran mengingat di Puncak dan beberapa penjuru negeri ini banyak saya lihat RM Padang Sederhana.

Rumah Makan “Sederhana” milik keluarga Bustaman bukanlah usaha asal-asalan. Buktinya resto yang ketika didirikan 1960 semula menggunakan nama “Singgalang Jaya” terpaksa mengubah nama menjadi “Sederhana” setelah beberapa petimbangan “klinis dan klenis” pada tahun 1972.

Layaknya sebuah perusahaan yang berkembang, maka banyak pula yang mengklaim bahwa andil mereka cukup besar dalam memajukan usaha tersebut. Biasanya ini datangnya dari saudara-saudara dekat. Tengok saja Gado-Gado Cemara – Pasar Boplo, dan kawasan lainnya.

Masing-masing berebut mengklaim mereka yang paling aseli, sementara yang lain cuma “original”. Isue ini lalu ditanggapi oleh H. Bustaman dan 1995 bisnisnya mulai dibuka dengan sistem waralaba kepada saudara-saudara sebangsa, setanah air, satu bahasa, yaitu Sumatera Barat).

Mungkin saja mereka ikut ala tender mudlogging, pasalnya ada dasar “operating days” 100 hari kerja, dengan bagi hasil 30% buat Bustaman, dan 70% buat pengelola cabang. Tapi saat itu belum ada yang namanya “standarisasi” sehingga tidak jarang mengundang komentar “rendangnya masam” “Kepala Kakap sudah berbau”

Baru dua tahun lalu (2001) dibentuk PT Sederhana yang 100% kepemilikan dipegang oleh keluarga Bustaman. Semua aturan main sudah jelas di dokumentasikan. Yang lebih jelas lagi, PT ini mematok 40-60% dari keuntungan. Pasalnya semua operasi dilakukan oleh PT Sederhana Citra Mandiri.

SATU EM, PLUS DUA RUKO.

Berapa modal ikutan bisnis waralaba Sederhana, menurut Intisari, pertama kalau anda mencoba buka di ruko, paling tidak 2 ruko harus anda gandeng. Kalau pegawainya sekitar 20 orang, dan lokasinya agak wah, paling tidak 1 EM sudah harus tersedia dikantong dan tidak boleh dicampur bumbu rendang.

Cara penggajiannyapun tidak “umum”, pegawai dibayar berdasarkan laba Perusahaan. “Untuk menjaga sense of belonging,” tutur salah seorang manajer andalan SCM. Jadi kalau sekarang makan di RM Padang dengan pelang nama sederhana, pasti cara penyajian, rasa masakan akan sama dimanapun berada. Itu kata yang iklan.

Minggu lalu, Grand Opening RM Sederhana dibuka, dengan design ala MinangKabau, maka mereka mengundang penghuni seputar jalan Susilo dan Muwardi (nama jalan di Grogol, menggunakan nama pahlawan. Jalan dr. Sumeru kadang dikira nama gunung di Jateng, sehingga jadi kepleset jalan dr. Semeru.)

Tetapi dasar ibu-ibu bergaya ala PKK, bergunjing dan mencari celah “cacat” suatu masakan mereka masuk level “guru” sekalipun dirumahnya kalau menjerang air jernih bisa jadi terlalu masak.
Contohnya ketika saya tanya bagaimana rasa masakan yang high level standarnya sudah ISO-Babat. Lho kok ada yang mengerenyitkan wajah seperti menelan mengkudu muda sambil bilang “Randangnyo iko masam Banar?“- Ada yang mengatakan sayur ijo-ijonya “ngiler”. Lalatnya banyak – woalah sadis bener.

Sayangnya saya missed the flight. Jadi entah postulate ibu-ibu pekaka itu betul atau tidak. Hanya memang rumah makan ini tidak bertahan lama. Grogol – baru akrab bisnis bakmi. Tapi bisnis apapun tidak sederhana seperti kata majalah atau koran. Dibutuhkan berjilid-jilid pengalaman.

mimbar (dot) saputro (at) gmail (dot) com