Kajal from Saudi Arabia


Teman dekat saya dapat hadiah celak (eye liner), sipat, kajal, dari Arab. Artinya “halal” secara pembuatan. Dan mata pemakainya menjadi garang, lantas mengingatkan saya akan filem Cleopatra yang dimainkan Elizabeth Burton (nama belakang berubah – lha kowan kawin berkoa kali).

Cleopatra dikenal sebagai Ratu Mesir terkenal – yang sudah pakai celak, jauh sebelum bangsa Arab mengenalkannya.

Terus saya diminta mencarikan distributornya. Sayang sampai sekarang belum basuo..juga Bukalapak, Tokopedia tidak menyediakan pensil kelopak mata itu.

Tulisan pada pensil terlalu amat kecil. Yang jelas hanya angka 204 dan OiL. Lalu saya lihat pakai lensa makro.  Maksud saya kamera 18-135mm yang bukan Macro tetapi ditambahi “sok” sehingga bisa memotret dalam jarak dekat. Persis mudlogger memeriksa batuan secara detail.

Dan ternyata barang tersebut buatan Jerman Barat, dan dinyatakan bahwa disana ada Behenyl Alcohol + Isopropyl Alcohol. Isopropyl dipakai dalam dunia laboratorium sebagai pengencer atau pelarut.

Sayangnya produk Elizaben Helen dengan nomor code 204 ini “not Available” on internet.

 

#Elizabeth Helen
#Kajal
#Sipat Mata
#Celak
#204
#Arab

 

 

Snouck Huronye


Masih ingat Snouck Hugronye alias Abdul Gafar, Doktor lulusan jurusan Sasra Semit, ahli soal Aceh?.

Orang ini pada tahun 1884 pergi ke Jeddah. Ia tinggal disana sambil bergaul dengan warga setempat. Bahkan ia berhasil masuk ke Mekkah, suatu tempat yang tertutup bagi Non Muslim. Hebatnya ia bisa tinggal disana selama 7 bulan.

Dengan kefasihannya berbahasa Arab dan Membaca Al Quran, tahun 1889, Snouck ke Betawi sebagai peneliti masalah Islam. Ia juga diangkat penasehat bahasa timur dan tugas utamanya meneliti Aceh.

Suatu pagi di bulan Juni 1903 terjadi kesibukan di kantor Snouck. Beberapa opas polisi nampak mendatangi Snouck. Rupanya sehari sebelumnya para polisi menangkap “para extremis pembuat kekacauan di Hindia Belanda.”

Yang ditangkap adalah pribumi dengan tuduhan membuat rapat gelap dan provokasi kerusuhan massal. Ketua rapat adalah seorang bergelar haji dari Cihampea. Mereka diduga akan membuat kerusuhan agama dan rasial. Polisi juga menyita dokumen rahasia milik kelompok tersebut. Cuma celakanya dokumen tersebut ditulis dalam Arab Gundul. Yang gondrong saja susah dimengerti apalagi yang gundul.

Lantaran tidak tahu isinya, dokumen tadi diserahkan kepada Snouck untuk diurai maksud rahasia yang tersembunyi.

Snouck melaporkan bahwa tulisan Arab yang bikin heboh tadi cuma “membicarakan kecintaan manusia terhadap manusia dan manusia terhadap penciptanya.” – seperti layaknya sebuah agama yang mengajarkan kedamaian dan kasih. Singkatnya dugaan untuk berbuat jahat tidak terbukti.

“Tengsin” juga para Detektip. Dasar Belanda, tetap saja pribumi tadi diajukan kepengadilan, dakwaannya “menjual Azimat”.

Bagi para “muggle” yang kurang paham dunia perewangan, dikalangan beberapa orang memang banyak yang membuat “rajah” semacam kertas putih ditulisi dengan hurup Arab, ada yang dipasang di depan pintu, ada yang dibelit kain hitam dijadikan kalung.

Adik saya pernah sakit panas, oleh bapak ditulisi rajah lalu dicelupkan ke air putih, dimanterai sebentar dan diminumkan. Besoknya langsung adik masuk rumah sakit, “Typhoid”. Lha “bak” alias tintanya kan bukan obat.

Menurut surat kabar Pembina Betawi terbitan 27 Juni 2003, hari ini Snock pergi ke Bandung, bukan untuk ikutan seminar peringatan Perak Geothermal di Hotel Horizon.

Rupanya ia mengurus Tuanku Ibrahim, anak dari Sultan Aceh Muhammad Daudsyah yang saat itu berusia 14 tahun dan diberi “beasiswa plus” oleh gubernemen di sekolah Raja Bandung.

Snouck memang ahli masalah Aceh. Ketika pasukan Kompeni tidak mampu mematahkan militansi para combatan Aceh, maka Snouck ditunjuk untuk mengetahui rahasia kekuatan Aceh. Dengan kepandaiannya dalam ilmu Islam, apalagi ia pernah tinggal di Tanah Suci, maka kedatangan Snouck diterima dengan tangan terbuka.

Sementara orang Aceh dan umumnya orang Islam sangat senang ada mualaf belajar agamanya, diam-diam Belanda dari markas di Peukan ini mengadakan koresponden dengan Cik di Tiro dan tokoh Aceh lainnya.

Digaruknya semua informasi mengenai adat istiadat, kelemahan dan kekuatan Aceh. Lalu dibuatnya laporan kepada Gubernemen Belanda yang isinya antara lain pengaruh uelama di Aceh sangat kuat, jadi kepada kelompok ini harus diberikan perlakuan tegas, jangan pernah memberi hati. Sebaliknya terhadap para bangsawan diajak kerjasama masuk dalam Pamong Praja dalam Pemerintahan Kolonial.

Berkat saran Haji Abdul Gafar eh Snouck Hugronye, perlawanan di Aceh pelan-pelan surut. Bahkan awal 1903, Sultan Daudsyah menyerah dengan imbalan uang akomodasi sebesar 1000 gulden per bulan. Sementara anaknya dibeasiswakan di Bandung.

Riwayat Snouck memang penuh warna. Terlahir sebagai anak Pendeta di Nederland ia mengambil Teologi kemudian pindah ke Sastra Arab. Ia mendapatkan gelar Doktor Sastra dengan spesialisasi di Sastra Semit.

Mimbar Seputro
+62811806549
Friday, July 04, 2003

Menghadapi pasangan yang marah cara Arab


Dalam kisah di tanah arab , ada nama seorang tokoh yang terkenal yaitu sebut saja UBK. Perangainya keras, bekas tindakannya selalu meninggalkan bekas yang kentara. Kalau di Mahabrata, perangainya mirip Bimasena, kalau di era “kudeta dan AK47” kira-kita seperti Gogon (Sumargono), well, kurang lebih. Baginya perundingan dan diplomasi adalah pekerjaan omong kosong. Setuju bilang setuju, tidak setuju, minggiiir.Suatu ketika seorang pria Arab mendatangi rumah UBK yang Arab juga. Nampaknya ia membutuhkan nasihat atas problema keluarga. Dialognya kira-kira begini:

“Wahai, sahabatku UBK” – saya tidak mengerti mengapa selalu dialog dalam kisah-kisah negeri Arab banyak dimulai dengan seruan “wahai”, sehingga saya harus membayangkan pria Arab berjenggot panjang, bergamis, lalu mengucapkan wahai dengan merentangkan kedua tangannya sambil telapak tangan terbuka ke atas, dan biasanya tidak mungkin berbisik.

Atau, kalau boleh saya membayangkan ada suara tanpa rupa, pakai echo. Ngomongnya pelan-pelan. Sehingga yang mendengarkannya ikut hanyut efek psychodelik.

Andai saja ceritanya berasal dari Indonesia, bisa jadi didahului dengan kata-kata “Ngomong-ngomong soal bla bla bla….”

Ha, rupanya, dia menceritakan perangai isterinya yang suka marah kepada suami. Kalau lagu dangdut “sapi”ring berdua syairnya berbunyi, “pagi makan sore tiada”, ini jadinya “pagi marah, sore apalagi.”

Cara mengomelnya bisa digambarkan kalau di jaman Walt Disney, pas untuk melukiskan “Dessy si Bebek” marah kepada Donald. “Mau diapakan sebaiknya isteriku ini,” tanya Arab tadi menunggu nasihat UBK. Si penanya rupanya mengharapkan anjuran tindakan non diplomasi dari UBK. Marahnya sang penanya kalau di expresikan di filem kartun seperti seekor gajah marah, lantas duduk diatas kaktus. Kartunnya digambar merah diclereti hitam, kepalanya mengepul asap. Kira-kira demikian.

UBK segera menggamit lengan temannya, sambil berbisik dekat telinga temannya dia berkata. “Wahai temanku, apakah isterimu selama ini memasak untuk mu ?”

+ Ya, tentu *wahai* UBK.

“apakah isterimu melahirkan dan menyusukan anak-anakmu ?” (kali ini Wahainya saya remove)
+Ya, tentu hai UBK

“apakah isterimu mencuci pakaianmu yang kotor ?”

+Ya, tentu UBK

Kalau memang demikian, saran saya, kalau dia masih juga marah, diam dan dengarkan saja ocehannya, jangan dijawab, mungkin mereka keletihan setelah seharian bekerja, sebab isterikupun kadang berbuat demikian kepadaku.

Sahabat kita pulang, dia tidak mendapatkan semacam “mumbo jumbo” atau penyelesaian ala buku masak. Atau kisah yang “mengancam”, akan azshaab yang pedih dan sadis. Kelihatannya memang tidak ada penyelesaian, tetapi paling tidak orang tadi ada teman mengadu, dan dia tidak merasa sendiri di dunia.